Rabu, 26 November 2008

komik jepang

kembali ke halaman utama

 

Kedalaman Dunia Manga Jepang

 

penulis:ISHIZAWA Takeshi


Komik catatan perjalanan mengenai Bali

Dulu saya menulis bahwa "Saya meresa heran, walaupun setiap tahun ratusan ribu orang Jepang berwisata ke Indonesia terutama ke Bali, mengapa belum ada manga catatan perjalanan Indonesia ? ". Tetapi sebetulnya ternyata sudah ada beberapa karya yang mengenai perjalanan ke Indonesia, terutama Bali.

Gambar ini dari "Osanpo Daiou" (Raja agung perjalanan), karya SUDO Masumi. Adegan ini Mbak SUDO^ makan mi bakso di kota Denpasar. Serial "Osanpo Daiou" ini cerita pengalaman perjalanan Mbak SUDO^ ke tempat macam-macam, Bali, Nepal, tetapi kebanyakannya sekitar Tokyo.
Situs SUDO Masumi
Osanpo O^koku (bahasa Jepang)


Gambar wajahnya Si SUDO^ bervariasi, lucu sekali

Gamabar ini dari "Muteki no Bali" (Bali terkuat), karyanya MANOTONOMA. MANOTONOMA adalah pen name dua komikus wanita, MANO Kyo dan NOMA Osamu. Adegan ini mereka makan es campur di Ubud. Mereka menulis beberapa komik panduan wisata, selain Bali, Turki, Vietnam, Taiwan. Hongkong, Korea

Gambar ini dari "Odoru shima no hiru to yoru" (Siang dan malam di pulau yang menari) oleh FUKAYA Akira. Komik ini berbeda dengan dua karya di atas, cerita fiksi, tidak berdasarkan pengalaman pengarangnya. Cerita ini adalah dukun orang Jepang yang tinggal di Bali memakai sihir. Saya sendiri tidak setuju Bali mengaitkan sihir. Dukun dan sihir bukan saja di Bali, ada seluruh Indonesia. Dan kebanyakannya orang Bali tidak berkaitan dengan sihir. Karya ini berbau orientalisme dan meninbulkan kesalahpahaman pembaca mengenai kebudayaan Bali.
Situs FUKAYA Akira "
Apa Kabar"(bahasa Jepang)

(Sabtu, 11 September 2004)


Simposium "Asia in Comics 2004 : Asia joryu manga no sekai" (Dunia komik wanita di Asia)

Foto ini adalah presentasi Anzu Hizawa komikus dari Indonesia. Dari kanan, PARK So Hee, yang berambut kuning (Korea Selatan), Anzu Hizawa, Watase Yuu, yang mengenakan kimono (Jepang), Tina Francisco (Filipina), FOO Swee Chin (Singapura)

Pada tanggal 21 dan 22 Februari 2004, Japan Foundation menyelenggarakan acara simposium "Asia in Comics 2004: Asia Joryu Manga no Sekai (Dunia Komik Wanita di Asia)" bertempat di Tokyo. Sejak tahun 2001, Japan Foundation telah menyelenggarakan Forum "Asia in Comics" dan sekarang telah memasuki tahun ke-4. Kalau pada tahun lalu tema yang diangkat adalah Komik Tiongkok, maka kali ini fokusnya adalah diskusi keadaan komik wanita di 5 negara, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Filipina. Keikutsertaan pembicara dari Indonesia untuk simposium ini, kali ini pertama kali.

Sebagai narasumber pada hari pertama adalah dari bagian redaksi. Dari Indonesia Ratna Sari (Kepala staf Redaksi Elex Media Komputindo), dari Jepang Yamauchi Yasuko (Wakil Kepala staf Redaksi Penerbit Shogakukan), dari Korea selatan KIM Young Joong (Kepala staf Redaksi Penerbit Seoul Cultural Publisher), dari Filipina Terry Bagalso (Kepala Staf Redaksi Penerbit Atlas). Selain itu juga ada SAJIMA Akiko (Profesor Universitas Fukuoka Jogakuin) yang meneliti komik Korea Selatan.

Ratna Sari mempresentasikan sejarah perkembangan Komik Indonesia secara singkat. Redaksi dari Korea, yang negaranya memiliki prasarana internet paling maju di Asia, melaporkan tentang komik online. Redaksi Jepang menjelaskan sistem produksi komik Jepang, yaitu dengan mengadakan kerjasama yang sangat erat antara komikus dan pihak redaksi.

Hari kedua, pembicaranya adalah para komikus dari 5 negara. Dari Indonesia Anzu Hizawa, dari Jepang Watase Yuu, dari Korea Selatan PARK So Hee, dari Filipina Tina Francisco dan dari Singapura FOO Swee Chin. Komik yang sangat menarik, dibuat oleh komikus Korea, PARK So Hee yang rambutnya diwarnai kuning, berjudul "Kung" (Istana Raja). Bercerita tentang seorang gadis yang pacarnya seorang raja Dinasti Korea. Tentu saja itu hanya fiksi karena sekarang di Korea sudah tidak ada kerajaan. Dinasti Korea telah runtuh sejak masa penjajahan Jepang. Gambarnya bagus sekali. PARK merupakan lulusan Jurusan Komik Kongju Culture College. Dia mengatakan dengan suara yang manis bahwa di Korea Selatan ada 39 universitas yang punya jurusan komik (di Jepang ada banyak akademi komik, tetapi universitas yang punya jurusan komik hanya 1 atau 2 saja). Presentasi Anzu Hizawa, menurut saya cukup menarik. Menurutnya pembaca komik di Indonesia 80% adalah anak perempuan, jadi komik Indonesia yang terbit kebanyakan untuk anak perempuan. Ketika ditanya, "kalau begitu, anak laki-laki berminat pada apa?" jawabannya Playstation. Anzu juga mengungkapkan kalau pembaca Indonesia kurang menghargai komik lokal. Hal itu bertolak belakang dengan keadaan Jepang. SAJIMA Akiko (Profesor Universitas Fukuoka Jogakuin), yang meneliti komik Korea Selatan, mencatat bahwa di Korea Selatan respon pembaca komik terhadap komik lokal maupun komik Jepang dan Taiwan cukup baik. Hal itu bermanfaat untuk perkembangan komik Korea. Sebaliknya, di Jepang pembaca komik masih sedikit kesempatannya untuk membaca komik luar negeri.

Sayangnya karena waktu yang sangat terbatas, diskusinya terasa kurang dalam. Tetapi di tempat simposium dipamerkan buku karya komikus dari 5 negara ini. Yang mengejutkan saya adalah kemajuan mutu gambar komikus Indonesia. Waktu saya tinggal di Yogya, tahun 1995 sampai 1997, gambar komik Indonesia saat itu jelek dan jauh sekali dibanding komik Jepang. Tetapi sekarang, dilihat dari sudut gambar, karya Anzu Hizawa, Shinju Arisa dan Dyotami Febriani sudah mencapai standar Jepang dan Korea Selatan. Gambar Shinju Arisa sangat mirip dengan gambar CLAMP, mungkin dia bisa langsung masuk tim CLAMP. Untuk mencapai standar sekarang, komikus Jepang perlu waktu 40 tahun, dan komikus Korea Selatan 20 tahun. Tapi bisa terkejar oleh komikus Indonesia hanya dalam 5 tahun saja. Komikus Jepang WATASE Yuu dalam simposium ini berkata,"Komikus luar negeri yang hadir di forum ini gambarnya sangat cerdas. Maka kami (komikus Jepang) tidak boleh kalah." dan ini bukan basa-basi.

Tetapi jika dilihat dari sudut cerita, bagaimana komik Indonesia? Pada hari pertama simposium, ketika ditanya tentang masalah sensor, Ratna Sari menjawab, "Sekarang di Indonesia tidak ada sensor oleh pemerintah, tetapi Elex Media punya aturan sendiri untuk tidak merusak moral. " Pada hari kedua, ketika sesi tanya jawab, saya bertanya kepada Ratna Sari,"Kemarin Anda mengatakan bahwa jangan merusak moral. Tetapi sejarah komik wanita Jepang adalah sejarah yang merusak "moral". Pada pertengahan tahun 1970-an komik wanita Jepang telah mencapai puncak. Hal ini disebabkan tantangan komikus wanita Jepang terhadap "moral" yang memasung kemajuan komikus wanita. Demi kemajuan komik, bukankah seharusnya pihak redaksi mendukung perlawanan ini ? " Jawaban Ratna Sari adalah sebagai berikut, "Komik Indonesia dilihat para orang tua sebagai barang yang tidak mendidik dan berpengaruh tidak baik untuk anak-anak mereka. Jadi redaksi dan komikus Indonesia diharuskan menjaga moral untuk menghindari kritik. "

Memang saya memahami maksud Ratna Sari, tapi pendapat tentang komik adalah tidak mendidik oleh orang tua sebenarnya sama dengan di Jepang. Di Jepang sebelum akhir 1960-an komik dianggap sebagai bacaan anak-anak. Saat itu pada dasarnya di Jepang orang tua tidak suka anaknya membaca komik.

Pada mulanya di Jepang, komik adalah bacaan untuk anak-anak. Pada tahun 1959, mulai diterbitkan dua majalah komik mingguan untuk anak laki-laki, yaitu Shonen Magazine dan Shonen Sunday. Saat itu kebudayaan hiburan untuk anak adalah komik saja. Belum berkembang anime, dan tentu saja belum ada computer game. Hampir 10 tahun kemudian, majalah komik untuk remaja mulai terbit, misalnya Manga Action (1967), Young Comic (1967), Play Comic (1968), dan Big Comic (1967). Pembaca komik yang usianya 10 tahun pada 1959, telah berusia kurang lebih 20 tahun sehingga mereka yang sudah remaja mau membaca komik yang cocok dengan selera mereka.

Ciri-ciri khusus gambar komik genre baru ini adalah realisme. Gaya realistis disebut "gegiga" (Geki artinya drama, Ga artinya gambar) mendominasi komik Jepang. Cerita juga berubah menjadi realis dan serius. Tentu saja ceritanya berlawanan dengan moral yang berlaku masa itu. Kebetulan saat itu, sekitar akhir 1960-an gerakan mahasiswa menjadi marak sekali. Saat itu juga generasi muda mengakibatkan gerakan baru dalam dunia kebudayaan dan kesenian, termasuk dunia komik. Karya MIYAYA Kazuhiko, MASAKI Mori dan KAWAGUCHI Kaiji langsung bertema gerakan politik radikal. Selain itu, majalah komik alternatif COM (sejak 1967, sekarang sudah tidak terbit) dan
GARO (sejak 1964, tahun 2003 berubah jadi majalah online di internet) memuat karya-karya yang kreatif.

MIYAYA Kazuhiko "Taiyo heno sogeki" (Pembidikan Matahari), 1969. Sebuah political fiction, bercerita tentang seorang teroris komunis. Mereka membunuh dan memberontak terhadap tokoh pemerintah.

MASAKI Mori "Kyohan genso" (Ilusi Komplotan), 1971. Cerita ini kisah 4 siswa SMA yang menduduki selolahnya untuk protes. Pendudukan selolahnya oleh siswa SMA terjadi sangat marak pada akhir 1960-an.


KAWAGUCHI Kaiji "Terror no keifu" (Silsilah terror), 1975 ceritanya kasus pembunuhan O^SUGI Sakae, tokoh anarkis, oleh polisi militer yang terjadi pada 1922.

Gelombang baru di dunia komik remaja Jepang ini mempengaruhi komik wanita beberapa tahun kemudian. Komik untuk anak perempuan (shoujo) biasanya ceritanya sangat dibatasi oleh redaksi, yang mewakili moral masyarakat. Tidak boleh menceritakan percintaan secara gamblang, apalagi tentang seks. Pokoknya komik untuk anak perempuan harus "disterilkan" Tetapi sejak awal 1970-an sedikit demi sedikit situasinya berubah. Pada tahun 1970, karya O^SHIMA Yumiko, " Tanjo ! " (Kelahiran) dimuat majalah " Margaret ". Ceritanya tentang siswi SMU yang hamil. Setahun kemudian karya HAGIO Moto, " 11 Gatsu no Gymnasium " (Gymnasium Pada Bulan November) dipublikasikan. Karya ini bercerita tentang anak kembar yang dibesarkan terpisah karena zinah ibunya. Tahun 1976, karya TAKEMIYA Keiko, " Kaze to ki no uta " (Puisi Angin dan Pohon) dirilis. Karya kontroversial ini bercerita tentang hubungan homoseksual antara siswa SMP. 30 tahun setelah kemunculan mereka, dalam komik wanita Jepang belum ada lagi revolusi seperti yang mereka lakukan saat itu. Dibandingkan masa 1970-an, dari sudut kualitas kini komik wanita Jepang boleh disebut dalam kelesuan.

OSHIMA Yumiko "Tanjo !" (kalahiran) 1970

HAGIO Moto "11 gatsu no gymnasium" (Gymnasium pada bulan November) 1971

TAKEMIYA Keiko "Kaze to ki no uta" (puisi angin dan pohon) 1976

Mereka, para komikus yang disebut " 24 nen gumi " (angkatan 1949. Mereka lahir pada sekitar tahun showa 24 yaitu 1949), telah membongkar stereotip komik wanita sebelumnya. Tantangan mereka merintis era baru komik wanita dan mematangkan komik wanita Jepang sebagai budaya yang menarik dari mata orang dewasa. Kalau tanpa perlawanan terhadap moral sepert yang mereka lakukan, walaupun gambarnya semakin baik, komik Indonesia akan terus menjadi konsumsi anak-anak. Tentu saja, tanpa sensor dan batasan tabu, kualitas karya tidak terjamin. Tetapi tidak bisa disangkal bahwa perlu terobosan untuk kemajuan komik lokal Indonesia.

Dalam lingkungan komik Indonesia yang sekarang, ada dua strategi bagi komikus Indonesia yang kreatif.
Yang pertama adalah komik Underground (komik bawah tanah) yang tanpa sensor. Di Jepang pasaran komik underground sudah sangat besar. Komik underground di Jepang disebut " dojinshi " (artinya majalah untuk kelompok terbatas), pasar komik underground yang disebut " komike " (singkatan Komik Market) diselenggarakan setahun dua kali, musim panas dan musim dingin. Komike itu pertama kalinya diadakan pada tahun 1975, jadi telah berlangsung hampir 30 tahun. Panitia Komike punya website dalam bahasa Inggris.
http://www.inter-g7.or.jp/g2/manga/HTML/MARKET.html
Setiap kali Komike ini didatangi ratusan ribu orang. Komik underground yang dijual di Komike kebanyakan komik parodi porno dari komik populer, tapi tentu saja ada yang serius juga. Untuk komik underground yang serius, ada majalah khusus yang bersejarah, yaitu " GARO " yang sudah disebut sebelumnya dan " Ax " (majalah dua bulanan)
http://www.seirinkogeisha.com/

Strategi kedua adalah promosi ke pasar komik luar negeri. Anzu Hizawa menegaskan di simposium ini bahwa karyanya " Wing of Desire " akan diterbitkan di Singapura dan Malaysia. " Pembaca Indonesia meremehkan komik lokal. Kalau komik Indonesia dinilai tinggi di luar negeri, pembaca Indonesia akan menghargai komik lokal. " ujarnya. Strategi ini sangat efektif. Di dunia film, strategi ini dipakai oleh film Jepang pada tahun 1950-an dan film Iran dan Tiongkok pada tahun 1980-an. Dan hasilnya sangat bagus. Sesudah film-film itu memperoleh penghargaan dari film festival di luar negeri, nama sutradaranya menjadi terkenal di negara mereka sendiri.

Dulu, sutradara Prancis Jean-Luc Godard mengutip ucapan Mao Ze dong, " Berjuang di dua front - seni dan ekonomi. " Cara yang sesuai untuk komikus Indonesia yang menentang dua front itu adalah komik underground dan pasar komik luar negeri. Kalau ada yang mau mempromosikan karyanya ke penerbit Jepang, saya akan bantu dan menterjemahkannya ke bahasa Jepang. Kalau komik Indonesia yng unik dikenal di Jepang, komikus Jepang pun akan terangsang kreativitasnya. Marilah berjuang untuk Republik Komik, republik yang tidak ada perbatasannya !

(Selasa, 9 Maret 2004)


MIURA Yasuto, gambar halus dan rasa nostalgia

Lihatlah gambar ini. Gambar ini yang dilukis dengan garis halus, adalah kutipan dari karya MIURA Yasuto. Seperti TOYO Kataoka, gambarnya dilukis secara rinci. Tetapi jauh lebih realistis dan halus daripada gambar TOYO.
Karya MIURA menggambar pemandangan kota suasananya tahun 1930-an, menbangkitkan rasa nostalgia. Wajah anak-anak perempuan yang dia lukis semuanya murung dan sedih. Dalam karyanya, seorang anak perempuan kecil dan orang yang dicintai anak itu akhirnya harus berpisah secara takdir.

Sayangnya karya MIURA tidak mungkin diimpor ke Indonesia. Karena semua karyanya tergolong porno. Saya pakai kata "porno" itu dengan makna "karya yang tujuannya hanya untuk merangsang nafsu berahi belaka". Definisi ini tidak lengkap, tetapi hampir semua orang setuju bahwa karya MIURA adalah porno. Tetapi ada porno yang mutunya tinggi, ada yang rendah. Mungkin karya MIURA termasuk yang paling unggul.
Anehnya karyanya dimuat hanya di majalah manga porno saja, belum dimuat di majalah manga umum. Tentu saja dengan keunggulan gambar MIURA, karyanya bisa dimuat di majalah umum jika dia mau. Jelasnya dia menitikberatkan gambar daripada cerita. Gambarnya luar biasa, tetapi mutu ceritanya biasa-biasa saja. Mungkin dia puas melukis gambar saja, sementara ceritanya apa saja.
Di dunia manga Jepang genre porno mulai berkembang dari 1970-an, genre ini sudah bersejarah dan sudah matang. Bukannya porno apa saja disambut baik oleh pembaca manga Jepang. Dan bukannya porno apa saja ditolak oleh pembaca manga Jepang. Yang baik dipilih, yang jelek tidak dipilih. Dunia komik porno Jepang juga dalam dan luas.

(Sabtu, 01-11-2003)


TOYO Kataoka, kisah rakyat kecil dengan penggambaran rinci

Gambar ini kutipan manga TOYO Kataoka. Dunia manga TO^YO^ Kataoka adalah dunia rakyat kecil, sama sekali tidak terkandung suasana mewah dan hal-hal berbau selebritis. Tokoh-tokoh cerita TO^YO^ adalah penganggur, tunawisma, orang pensiunan yang miskin, tukang bengkel, serta TO^YO^ Kataoka sendiri. Sifat mereka malas, mata keranjang, dan tidak disiplin. Tetapi mereka tidak peduli akan masa depan dan hidup seenak mereka sendiri. Jika mau tertawa tertawa saja, mau menangis menangis saja. Mereka sama sekali tidak berlagak. Sedangkan kita berlagak sok pintar, kaya, rajin, disiplin, jadi kehidupan kita dipenuhi stres.


Memang ceritanya menarik, tetapi di sini saya hendak memperkenalkan keunikan gambar TO^YO^. Ciri-ciri khusus gambar TO^YO^ adalah penggambaran secara rinci dengan garis besar. Dia tidak pakai screen tone, semua dilukis dengan tangan saja.
Yang terutama menarik adalah penggamabaran wajah. Lubang hidung dilukis terlalu besar, Dari lubang hidung keluar uap. Dan dahi berkeringat. Hal-hal itu sama dengan gaya gambar TANIOKA Yasuji di bawah ini.


Gambar ini adalah penggambaran wajah oleh TANIOKA Yasuji (1942-1999). Pada awal 1970-an karya TANIOKA merevolusikan "gag manga" (komik lucu) Jepang. Berbeda dengan TOYO Kataoka, gaya gambar TANIOKA tidak rinci. Gambar TANIOKA dilukis dengan garis yang sedikit jadi penggambaran TANIOKA sangat abstrak, tetapi kita bisa mengerti maksudnya. Sedangkan gambar TOYO konkret dan rinci.

Gambar ini dikutip dari karya terakhirnya "Yasuji no donansentyu" (1999). Dengan garis sedikit dan sederhana, dilukislah sapi, ular, babi, petani, gunung, matahari, dan awan.

Gambar ini dikutip dari "Neji shiki" (tahun 1968) oleh TSUGE Yoshiharu. Karya ini sangat terkenal dalam dunia manga Jepang. Dalam "Neji shiki" (Cara sekerup) TSUGE mengisahkan pengalaman seorang anak dalam dunia mimpi. Mungkin SAKABASHIRA Imiri juga belajar dari suasana karya ini. Karya TSUGE sudah diterjemahkan dalam beberapa bahasa asing. TOYO Kataoka mengikuti jejak gaya gambar karya ini, misalnya gaya lukis bentuk mata, hidung, bibir.

TSUGE Yoshiharu juga melukis kehidupan miskin dirinya sendiri. Kita bisa menertawai manga TOYO Kataoka, tetapi kita tidak bisa menertawai cerita TSUGE. Karena kehidupan yang dilukisnya sangat mengenaskan dan tidak ada harapan. Ayah kandungnya meninggal dunia saat TSUGE masih kecil, ibunya menikah lagi. Hubungannya dengan ayah tiri tidak baik, TSUGE selalu berharap bisa minggat dari rumahnya.

Manga TOYO Kataoka mengingatkan "Jarinko Chie" (anak kecil Chie) ini, karya HARUKI Etsumi. Jarinko Chie juga menceritakan kehidupan rakyat kecil. Dibandingkan karya TO^YO^ yang lebih dipenuhi dengan lemah, loyo dan malas, cerita Jarinko Chie lebih optimis dan bersemangat. Berbeda dengan cerita kehidupan TSUGE Yoshiharu, dunia Jarinko Chie dasarnya harmonis.
Jarinko Chie dilukis HARUKI Etsumi, dimuat di majalah Shukan Manga Action dari tahun 1978. Heroinenya bernama Chie, siswi SD kelas 5, berusia 11 tahun. Ayahnya seorang preman pengangguran yang tidak suka bekerja. ibunya bekerja di warung sate jeroan (di Jepang disebut "hormone yaki"). Walaupun hidup dalam kemiskinan si Chie bersikap optimis.